Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) tengah mencari cara untuk mengurangi ketergantungan negara-negara mereka pada dolar Amerika Serikat dan mempromosikan penggunaan mata uang lokal dalam penyelesaian perdagangan. "Kita harus ingat sanksi yang diberlakukan AS terhadap Rusia," kata Presiden Indonesia Joko Widodo.
Mereka mengeksplorasi opsi baru untuk mengefektifkan penggunaan mata uang lokal seperti Rupiah, Baht, Peso, dan lainnya, sehingga dapat mengurangi risiko ekonomi yang timbul akibat fluktuasi nilai tukar dolar. Selain itu, hal ini juga dapat membantu memperkuat integrasi ekonomi di antara negara-negara ASEAN dan memperkuat posisi mereka dalam perdagangan global.
Namun, penerapan penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan internasional masih menghadapi beberapa hambatan, seperti keterbatasan likuiditas dan infrastruktur keuangan yang kurang memadai. Oleh karena itu, para pemimpin ASEAN diharapkan dapat bekerja sama untuk mengatasi kendala tersebut dan memperkuat kerja sama ekonomi di antara mereka.
Negara-negara ASEAN Mengupayakan Pengurangan Ketergantungan pada USD
Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) mengadakan pertemuan pada 30-31 Maret di Bali, Indonesia. Salah satu topik yang mereka bahas adalah mengurangi ketergantungan pada mata uang barat, seperti dolar AS. ASEAN terdiri dari Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari enam organisasi internasional, yaitu Asian Development Bank (ADB), ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO), International Monetary Fund (IMF), Financial Supervisory Board (FSB), Bank for International Settlement (BIS), dan Bank Dunia.
Pada akhir pertemuan selama dua hari, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral ASEAN merilis pernyataan bersama, menyatakan bahwa mereka sepakat untuk "memperkuat ketahanan keuangan, antara lain, melalui penggunaan mata uang lokal untuk mendukung perdagangan dan investasi lintas batas di wilayah ASEAN."
Salah satu strategi yang dibahas oleh para pemimpin keuangan ASEAN untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS adalah adopsi sistem Transaksi Mata Uang Lokal (LCT) mereka. Sistem ini merupakan perpanjangan dari sistem penyelesaian sebelumnya di antara negara anggota ASEAN yang memungkinkan penyelesaian dalam mata uang lokal.
Presiden Indonesia Mewanti-wanti Tentang 'Dampak Geopolitik' dari Ketergantungan pada Sistem Pembayaran Barat
Presiden Indonesia, Joko Widodo, baru-baru ini mendesak pemerintah daerah untuk mulai menggunakan kartu kredit yang diterbitkan oleh bank-bank lokal dan secara bertahap menghentikan penggunaan sistem pembayaran asing. Dia menjelaskan bahwa perubahan ini diperlukan untuk melindungi Indonesia dari gangguan geopolitik, dengan menyebut contoh sanksi yang diberlakukan terhadap sektor keuangan Rusia karena konflik di Ukraina.
"Jauhkan diri dari sistem pembayaran barat adalah suatu keharusan untuk melindungi transaksi keuangan dari 'dampak geopolitik' yang mungkin terjadi," kata Pak Jokowi, menambahkan:
"Harus sangat berhati-hati. Kita harus ingat sanksi yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap Rusia."
Presiden Indonesia memperingatkan bahwa sanksi yang diberlakukan terhadap Rusia telah menunjukkan kerentanan negara-negara yang mengandalkan sistem pembayaran asing. Ia menekankan perlunya Indonesia mempersiapkan diri untuk kemungkinan menghadapi sanksi serupa di masa depan.
Presiden mengatakan bahwa menggunakan sistem pembayaran lokal akan membantu melindungi ekonomi Indonesia dari guncangan eksternal sambil juga mendukung ekonomi domestik dengan mempromosikan bank dan bisnis lokal.
Comentários